Perjalanan sebelumnya bisa di cek disini.
Kami kemudian melanjutkan perjalanan ke Rumah Tenun Pusako Pandai Sikek, jaraknya cukup dekat dengan pembuat tenun songket tadi. Rumah ini ada warisan dari turun temurun, dan belum dirubah bentuknya hingga sekarang. Didalamnya terdapat macam-macam songket. Di depan rumah tenun itu juga terdapat pembuatan rumah adat Minang.
Perjalanan di lanjutkan ke Puncak Lawang untuk motret sunset. Di tengah-tengah perjalanan kami mampir ke “Bika Talago” di Koto Baru. Makanan ini khas Koto Baru, rasa seperti kue serabi tapi lebih enak lagi. Bahan-bahannya di dominasi oleh kelapa. Warung Bika Talago ini memperlihatkan cara mereka membuatya. Pembuatannya masih tradisional menggunakan kayu bakar dan tungku.
Di perjalanan, kami melewati Kelok 44 yang bikin mual-mual karena jalannya berkelok-kelok drastis. Tapi view disana sangat indah dengan perpaduan hijaunya sawah, background danau Maninjau beserta Rumah adat Minangkabau dan dihujani cahaya yang tembus dari langit. Sangat disayangkan jika kami tidak mengambil foto disini.
Akhirnya kami tiba di Puncak Lawang, yang versi rendah, masih ada yang lebih tinggi lagi. Kami mampir dulu disini sambil menikmati pemandangan danau Maninjau dari atas. Oh iya, coba deh kalian minum air pakai botol dengan jarak 50 – 100 cm dari muka. Kalau air bisa masuk ke dalam mulut, saya acungi Jempol !
Pohon-pohon rindang menghiasi perjalanan kita menuju Puncak Lawang yang paling tinggi. Kita bisa menempuhnya dengan menggunakan mobil tanpa harus menghabiskan tenaga untuk berjalan kaki menuju puncak. Hawa disana sangat dingin, disarankan membawa jaket tebal jika tidak kuat dingin. Kemudian kami berjalan kaki sekitar 3 – 5 kilometer untuk menuju puncak. Setelah sampai, kita bisa melihat view Danau Maninjau dengan indahnya. Kami menunggu sunset turun di antara barisan bukit-bukit. Tapi sangat disayangkan, awan tebal menutupi turunnya matahari dan kami tetap memotret dan menikmati pemandangan yang indah ini. Konon katanya Danau Maninjau adalah sebuah danau vulkanik yang luasnya sekitar 99,5 Km2 dengan kedalaman 495 meter dan merupakan danau terluas kesebelas di Indonesia. Menurut cerita, Danau Maninjau pada awalnya merupakan gunung berapi yang di puncaknya terdapat sebuah kawah yang luas. Oleh karena ulah manusia, gunung berapi itu meletus dan membentuk sebuah danau yang luas. Ingin tau lebih lengkap, bisa dibaca disini.
Matahari mulai turun dan rasa dingin sudah menembus jaket tebal kami, akhirnya kami memutuskan untuk makan malam Itiak Lado Mudo. Ini makanan terenak selama perjalanan kami di Padang. Harganya berkisar Rp 20.000 – 35.000 / porsi. Dan kemudian kami kembali ke hotel untuk beristirahat.
Hari 3 : Bukittinggi – Danau Singkarak – Kebun Teh Solok – Pantai Padang
Esok hari kami memutuskan tidak memotret sunrise karena cuaca tidak mendukung. Kami melanjutkan perjalanan pukul 08.00 menuju Danau Singkarak. Disana kita mencoba makan ikan bilih, ikan yang ada di Danau Singkarak. Ikannya kecil-kecil dan rasanya gurih. Kemudian kami mencari pedagang untuk motret pembuatan “Lamang” karena proses pembuatannya unik sekali. Lamang ini bentuknya seperti tape ketan isinya pisang dan original. Rasanya manis dan cocok di makan dengan durian. Tapi sangat disayangkan kami telat datang untuk melihat proses pembuatan lamang, mereka mulai membuat pada pukul 06.00.
Kami mengelilingi Danau Singkarak untuk menuju kebun teh di Solok. Kami mencari spot yang menarik untuk di foto dan mencari komposisi garis dari kebuh teh tersebut. Mendaki dan terus mendaki sambil memotret kebun teh yang indah.
Karena kita harus mengejar sunset di Pantai Padang, akhirnya kita memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke kota Padang. Setelah kami tiba di Pantai Padang, kami rehat sejenak di salah satu tempat nongkrong anak muda di Padang. Kami menghabiskan waktu sambil menunggu matahari terbenam. Matahari mulai terlihat terbenam dan kami langsung menuju lokasi serta mempersiapkan peralatan “perang”.
Bersambung …
Comments