Desa Budaya Dokan terdapat di Kecamatan Merek Kabupaten Karo yang jaraknya kurang lebih 20 meter dari Kota Kabanjahe. Jika dari Kota Medan jaraknya seputar 95km. Desa Dokan mempunyai atmosfer yang mengasyikkan serta tidak terlalu banyak yang berkunjung ke. Desa Dokan yaitu desa yang strategis yang terdapat diantara kota Berastagi serta Danau Toba. Jadi, tak rugi apabila kita berwisata ke desa ini. Masyarakat setempatnya juga sangat ramah-ramah. Di persimpangan saat sebelum masuk Desa Dokan juga ada pasar buah yang jual semua hasil pertanian yang dihasilkan oleh masyarakat setempat.
Desa Budaya Dokan yaitu desa yang di kenal juga sebagai desa tradisional sebagai salah satu tempat wisata di Kabupaten Karo. Alasannya yaitu karena desa ini adalah salah satu dari tiga desa yang mewakili histori serta peradaban budaya karo. Desa yang lain yaitu Desa Lingga serta Desa Peceran. Lain ini ditandai masih tetap berdirinya Rumah kebiasaan Siwaluh Jabu, rumah kebiasaan berumur beberapa ratus tahun yang menyiratkan kekayaan kebiasaan orang-orang setempat.
Disebutkan rumah siwaluh jabu lantaran didalam rumah ini ada delapan jabu yang ditempati oleh delapan kepala rumah tangga yang hidup berdampingan dalam situasi damai serta tentram. Bahan bangunan rumah tradisional ini terbuat dri kayu bulat, papan, bambu, serta beratapkan ijuk tanpa ada yangmemakai paku maupun kawat yang ditangani oleh tenaga arsitektur masa lalu.
Desa Dokan adalah sebuah desa yang indah, mempunyai 8 rumah tradisional serta tinggal 7 rumah yang masih tetap digunakan. Dari 300 keluarga yang tinggal di desa Dokan, 56 keluarga tinggal dirumah tradisional ini, nyaris 20% dari jumlah masyarakat. Batas dari satu keluarga dengan keluarga yang lain ditandai karenanya ada tirai kain panjang. Pesta tahunan umumnya diadakan pada bulan Juli tetapi empat tahun akhir-akhir ini, pesta tahunan diselengarakan pada bulan April. Alasannya yaitu lantaran pada bulan Juli yaitu bulan masuk sekolah anak-anak. Jadi besar kemungkinan bakal banyak mengeluarkan biaya. Seluruhnya rumah tradisional Karo mempunyai pemilik, di mana pemiliknya semestinya seseorang bapak yang telah tua supaya tahu kebiasaan orang-orang Karo.
Rumah kayu ini tidak dilengkapi kamar tidur serta ruangan tamu. Seluruhnya anggota keluarga tidur di jabu atau ruang tanpa ada penyekat. Khusus untuk bapa (ayah) serta nande (ibu) di beri penyekat berbentuk kain panjang yang tiap-tiap pagi dilepaskan. Ruang tadi berperan ganda : tempat memasak, tempat makan serta berkumpul, sekalian tempat tidur keluarga. Lantaran tak ada pemisah ruang, jadi pada tiap-tiap jam masak, seluruhnya ruang dipenuhi asap kayu bakar yang digunakan juga sebagai bahan bakarnya. Kecilnya ukuran pintu perik dengan kata lain jendela juga tidak membantu pertukaran udara didalam rumah hingga kepengapannya sangatlah menyesakkan dada.
Rumah adat ini biasanya dilengkapi empat dapur. Masing-masing dapur mempunyai dua tungku untuk dua keluarga yang umumnya memiliki jalinan kekerabatan amat erat. Tiap-tiap tungku dapur memakai lima batu juga sebagai pertanda bahwa di suku Karo ada lima merga yaitu Ginting, Sembiring, Tarigan, Karo-karo serta Perangin-angin. Diatas tungku ada beberapa, tempat menaruh bumbu serta ikan atau daging terkecuali untuk rak piring serta tempat menaruh semua suatu hal untuk keperluan keluarga sehari-hari.
Tanggung jawab memanglah tidak seluruhnya di tangan pemerintah. Warga juga sebagai pemilik rumah tua itu juga mesti bersedia menjaga keberadaan rumah itu. Memang saat ini banyak suku Karo baik di Tanah Karo ataupun di kota lain seperti Jakarta membangun rumah berornamen rumah siwaluh jabu yang umumnya hanya mengambil sisi atasnya saja.
Comments