Lembah Baliem merupakan lembah di pegunungan Jayawijaya. Lembah Baliem berada di ketinggian 1600 meter dari permukaan laut yang dikelilingi pegunungan dengan pemandangannya yang indah dan masih alami. Suhu bisa mencapai 10-15 derajat celcius pada waktu malam. Lembah ini dikenal juga sebagai grand baliem valley merupakan tempat tinggal suku Dani yang terletak di Desa Wosilimo 27 km dari Wamena, Papua. Selain Suku Dani beberapa suku lainnya hidup bertetangga di lembah ini yakni Suku Yali dan suku Lani.
Lembah adalah sekitar 80 km panjang sebesar 20 km dengan lebar dan terletak di ketinggian sekitar 1,600-1,700 m, dengan populasi sekitar 100.000 jiwa. Penemuan Lembah Baliem dan kehadiran tak terduga dari populasi yang besar pertaniannya ditemukan oleh ekspedisi ketiga zoologi Richard Archbold untuk New Guinea pada tahun 1938. Pada tanggal 21 Juni sebuah selatan penerbangan udara Reconnaissance dari Hollandia (sekarang Jayapura) menemukan apa ekspedisi disebut ‘Grand Valley’. Secara bertahap kemudian lembah sejak itu telah dibuka terbatas untuk pariwisata yaitu dengan adanya Festival Lembah Baliem.
Sejarah Lembah Baliem Lembah Baliem ditemukan secara kebetulan pada tanggal 23 Juni 1938 oleh seorang peneliti asal Amerika, Richard Archbold, saat melakukan penerbangan di atas lembah dengan pesawat terbang airnya PBY Catalina 2 bernama Guba II. Archbold , pakar ilmu hewan dan filantropis, adalah cucu industrialis minyak yang kaya raya John Dustin Archbold. Richard disekolahkan di sekolah-sekolah privat dan mengikuti kuliah di Universitas Columbia tetapi tidak pernah mengakhiri studinya. Pada tahun tiga-puluhan dia membiayai dan memimpin tiga ekspedisi ilmu hayat ke New-Guinea.
Ekspedisinya yang ketiga dan yang paling ambisius dilaksanakan antarabulan April 1938 dan bulan Mai 1939 dan diarahkan pada penelitian di sisi utara Pegunungan Nassau (kini Pegunungan Jayawijaya) di pegunungan tengah. Daerah penelusuran beliau terbentang dari puncak gunung Wilhelmina (kini Puncak Trikora) sampai sungai Idenburg (anak sungai Memberano yang sekarang disebut Taritatu) dimana beliau melakukan penelitian terhadap vegetasi mulai dari tumbuh-tumbuhan di atas permukaanlaut sampai di daerah-daerah pada ketinggian 4000 meter. Selama perjalanannya beliau menggunakan pesawat terbang air yang dapat mendarat di atas permukaan danau dan sungai demi kelancaran penyediaan kebutuhan ekspedisi selain untuk melakukan pemotretan dari udara. Pada salah satu penerbangan pengintaian beliau melihat dari udara suatu kawasan dengan ladang-ladang pertanian dan kebun-kebun yang tersusun rapih disamping desa-desa.
Setelah penemuan kawasan tersebut lembaga Museum of Natural History dari Amerika bersama dengan Archbold menyelenggarakan suatu ekspedisi ke kawasan ini yang merupakan ekspedisinya yang ke-empat. Ekspedisi ini mempunyai dua titik awal, yang satu adalah danau yang terletak berdekatan dengan sungai Hablifuri di Meervlakte yang kemudian dinamakan ‘Danau Archbold” dan kedua adalah “Danau Habbema”, yang terletak pada ketinggian 3225 meter di atas permukaan air dekat puncak Wilhelmina sebelah barat Lembah Baliem. Untuk ekspedisi ini direkrut 73 orang Dayak dari Borneo sebagai pekerja kuli pengangkat barang.
Festival Lembah Baliem
Inilah festival luar biasa dan telah menjadi daya tarik pengunjung di Papua. Festival Lembah Baliem awalnya merupakan acara perang antarsuku Dani, Lani, dan Suku Yali sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan. Sebuah festival yang menjadi ajang adu kekuatan antarsuku dan telah berlangsung turun temurun namun tentunya aman untuk Anda nikmati.
Festival Lembah Baliem berlangsung selama tiga hari dan diselenggarakan setiap bulan [sociallocker]Agustus bertepatan dengan bulan perayaan kemerdekaan Republik Indonesia. Awalnya pertama kali digelar tahun 1989. Yang istimewa bahwa festival ini dimulai dengan skenario pemicu perang seperti penculikan warga, pembunuhan anak suku, atau penyerbuan ladang yang baru dibuka. Adanya pemicu ini menyebabkan suku lainnya harus membalas dendam sehingga penyerbuan pun dilakukan. Atraksi ini tidak menjadikan balas dendam atau permusuhan sebagai tema tetapi justru bermakna positif yaitu Yogotak Hubuluk Motog Hanoro yang berarti Harapan Akan Hari Esok yang Harus Lebih Baik dari Hari Ini.
Suku-suku di suku Papua meski mengalami modernisasi tetapi masih memegang teguh adat istiadat dan tradisi mereka. Salah satu yang paling menonjol adalah pakaian pria suku Dani yang hanya mengenakan penutup kemaluan atau disebutkoteka. Koteka terbuat dari kulit labu air yang dikeringkan dan dilengkapi dengan penutup kepala yang terbuat dari bulu cendrawasih atau kasuari, sedangkan para wanita suku Dani mengenakan rok yang terbuat dari rumput atau serat pakis yang disebut sali. Saat membawa babi atau hasil panen ubi, para wanita membawanya dengan tas tali atau noken yang diikatkan pada kepala mereka.
Suku Dani terbiasa berperang untuk mempertahankan desa mereka atau untuk membalas dendam bagi anggota suku yang tewas. Para ahli antropologi menjelaskan bahwa “perang suku Dani” lebih merupakan tampilan kehebatan dan kemewahan pakaian dengan dekorasinya daripada perang untuk membunuh musuh. Perang bagi Suku Dani lebih menampilkan kompetensi dan antusiasme daripada keinginan untuk membunuh. Senjata yang digunakan adalah tombak panjang berukuran 4,5 meter, busur, dan anak panah. Seringkali, karena perang orang terluka daripada terbunuh, dan yang terluka dengan cepat dibawa keluar arena perang.
Kini, perang suku Dani diadakan setiap tahun di Festival Bukit Baliem di Wamena selama bulan Agustus (lihat Kalender Acara). Dalam pesta ini, yang menjadi puncak acara adalah pertempuran antara suku Dani, Yali, dan Lani saat mereka mengirim prajurit terbaiknya ke arena perang mengenakan tanda-tanda kebesaran terbaik mereka. Festival ini dimeriahkan dengan Pesta Babi yang dimasak di bawah tanah disertai musik dan tari tradisional khas Papua. Ada juga seni dan kerajinan buatan tangan yang dipamerkan atau untuk dijual.
Setiap suku memiliki identitasnya masing-masing dan orang dapat melihat perbedaan yang jelas di antara mereka sesuai dengan kostum dan koteka mereka. Pria suku Dani biasanya hanya memakai koteka kecil, sedangkan pria suku Lani mengenakan koteka lebih besar, karena tubuh mereka lebih besar daripada rata-rata pria suku Dani. Sedangkan pria suku Yali memakai koteka panjang dan ramping yang diikatkan oleh sabuk rotan dan diikat di pinggang.
Dengan menghadiri Festival Lembah Baliem maka Anda akan memiliki kesempatan langka untuk belajar dan bersentuhan langsung dengan beragam tradisi suku-suku setempat yang berbeda-beda tanpa harus mengunjunginya ke pedalaman Papua Barat yang jauh dan berat. Diperkirakan festival ini diikuti oleh lebih dari 40 suku lengkap dengan pakaian tradisional dan lukisan di wajah mereka.
Selama festival, siapkan kamera Anda dalam memori berkapasitas besar. Karena Anda akan banyak melihat hal-hal unik yang tidak boleh dilewatkan. Peserta suku yang terlibat lebih dari seribu orang dengan mengenakan tanda-tanda kebesaran suku mereka. Ada yang unik yaitu mereka menggunakan kacamata hitam trendy meski dalam pakaian tradisional. Mintalah mereka dengan sopan agar berpose bersama Anda karena jelas ini hal yang tidak biasa yang tidak boleh dilewatkan.
Anda juga dapat menyaksikan pertunjukan pikon atau alat musik tradisional yang mengisahkan kehidupan manusia. Ada juga karapan babi yang manjadi atraksi menarik dan menimbulkan keriuhan peserta dan penonton. Selain itu Anda dapat menyaksikan perlombaan memanah, melempar sege atau tongkat ke sasaran,puradan yaitu menggulirkan roda dari anyaman rotan, dan sikoko yaitu melempar pion ke sasaran. Perlombaan-perlombaan ini dapat Anda ikuti secara langsung.
Yang perlu Anda lakukan selama festival hanya mengamati dan menikmati perang saja sambil memotret. Semakin lama festival ini berlangsung maka suasana perang dengan tombak, parang, dan panah yang menghantam lawan akan semakin dekat dan seru. Semakin banyak tombak yang meleset maka semakin keras sorakan dari ratusan penonton. Suku-suku ini telah mengikuti festival perang setiap tahun sehingga acaranya semakin menarik tiap tahunnya.
Setelah festival selesai, pengunjung dapat berjalan-jalan ke Pasar Suku Dani di Wamena dan mengunjungi Desa tradisional Wauma yang dapat dicapai dengan mobil dari Wamena. Di Aikima Anda dapat melihat mumi kepala desa yang telah berumur 250 tahun. Dari Aikima setelah mendaki 2 jam Anda dapat melihat mata air garam yang telah digunakan wanita suku Dani selama berabad-abad untuk membuat garam dengan cara yang sederhana.
Festival Lembah Baliem 2015
Setelah membaca info diatas tentunya sekarang kamu jadi bisa ngebayangin kalau festival Lembah Baliem itu nggak kalah epic sama Perang Barathayuda, perangnya Thor dan Yunani, atau perangnya Si Leonidas yang empar-ngelemparin tombak. Buat temen-temen sekalian yang mau nonton, Festival ini akan diadain tanggal 6-8 Agustus 2015, tepatnya di Distrik Walesi, Wamena, Jayapura. Klo mau kesana tentunya akan lebih mahal dari pada ke negara sebelah, tapi coba dipikir ngeliat festival se-epic ini pasti lebih worthy dari pada sekedar foto sama patung singa atau menara kembar. Rutenya klo dari Jakarta agan terbang ke Jayapura, kemudian cari penerbangan ke Wamena, penerbangan ke Wamena, biaya tiketnya sekitar 1juta-an. Nah, pada saat landing di Wamena kamu akan melihat deretan pegunungan Trikora, sungai, hutan yang lebat, bakal heran kalau Indonesia ada tempat seperti ini.
Sampai disana kamu bisa sewa penginapan, kalau disana jangan kaget sama harganya bakalan 2x lipat dari Jakarta, secara kalau mau ke Wamena hanya ada perjalanan via udara, tidak ada jalur darat makanya harga di sana pada relatif mahal. Untuk kamu yang niat pergi kesana, disarankan cari tiket penerbangan jauh-jauh hari. Atau kalau kesana bareng Pesonaindo bisa klik disini. Kamu tidak perlu repot-repot mempersiapkan segalanya, cukup siapkan tiket pesawat Jakarta-Jayapura PP.
Sumber id.wikipedia.org | www.indonesia.travel | dealkamar.com | dhaverst.wordpress.com | www.batasnegeri.com | life.viva.co.id | carissalarasati.blogspot.com | www.tempo.co | en.wikipedia.org | http://t.co/1810bGXkix
Comments